MAKALAH
ISLAM DAN PERADABAN MELAYU
“TRADISI-TRADISI ISLAM DI INDONESIA”
DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. HILMI, M.Pd.I
DI SUSUN OLEH
1. IKHRIMA SYANDRA (TK
161220)
2. PUPUT SHOUMA HANDAYANI (TK 161244)
3. M. FIRMANSYAH (TK
161236)
KELAS : MPI 2 B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI, 2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatrahmat dan
hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tradisi Islam Nusantara”
Berdasarkan
sumber-sumber yang kami dapat dari luar maupun dari dalam, walaupun masih
banyak kekurangan. Makalah ini
dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai sejarah masuknya islam ke
Indonesia, juga memberikan penjelasan yang jelas mengenai proses masuknya islam
ke Indonesia serta menjelaskan islam pada masa yang akan datang.
Diharapkan bahwa
makalah ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih baik tentang sejarah
masuknya islam ke indonesia. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
disebabkan karena terbatasnya kemampuan kami, oleh karena itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami perlukan dari pembaca terutama dari Dosen
pengampu kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Jambi, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................... .... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Seni dan
Kebudayaan Islam Nusantara...................... 4
B.
Seni Budaya Lokal
Sebagai Tradisi Islam.................................... 7
C.
Tradisi Islam Nusantara................................................................ 9
D.
Macam-Macam Seni dan
Budaya Nusantara yang
Bernafaskan Islam........................................................................ 9
E.
Apresiasi Budaya Lokal
Sebagai Tradisi Islam.......................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................................................ 20
B.
Saran .......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut
agama Hindu Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat, Islam harus
menyesuaikan diri dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut
daerah tersebut.
Selanjutnya terjadi proses akulturasi (pencampuran budaya). Prose
ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya
Islam. Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena
itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah
terdapat perbedaan.
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah
berlangsung selama tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola, gerakan
dan pemikiran keagamaan seiring dengan perubahan sejarah bangsa. Keragaman
demikian juga dapat melahirkan berbagai bentuk studi mengenai Islam di negeri
ini yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Islam dilihat dari
perkembangan sosial umpamanya, hampir dalam setiap periode terdapat model-model
gerakan umat Islam. Sebagaimana terjadi pada zaman atau periode modern dan
kontemporer yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun
dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke
Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam
perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata
sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun
674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat
Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu
para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka
membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara
besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang
pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama
di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada
saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab
yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara
Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M
menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan
tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa
Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam
seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka
tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan
makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi
Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi
memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk
Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan
saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu
ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan
Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa
kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam
dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara
lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan
Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas
Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam
bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam
datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan
merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang
benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya
pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan
dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab
yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya
adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini
bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun
setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai
daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan
terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum
Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena
berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para
penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka
pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan
dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan
ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah
terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat
Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang
mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Seni dan Kebudayaan Islam Nusantara ?
2. Bagaimana Seni Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam?
3. Apa saja Tradisi Islam Nusantara?
4. Apa saja Macam-Macam Seni dan Budaya Nusantara yang Bernafaskan Islam?
5. Apa Apresiasi Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Seni dan Kebudayaan Islam Nusantara
1.
Pengertian Seni
Seni adalah penggunaan
imajinasi manusia secara kreatif untuk menikmati kehidupan. Oleh karena itu,
bentuk kesenian dapat muncul melalui benda-benda yang digunakan sehari-hari,
serta dapat pula melalui benda-benda khusus yang hanya digunakan untuk
kepentingan tertentu seperti ritual atau upacara. Seni dalam segala perwujudannya
merupakan (salah satu) ekspresi proses kebudayaan manusia, sekaligus
pencerminan dari peradaban suatu masyarakat atau bangsa pada suatu kurun waktu
tertentu.
2.
Pengertian Budaya Lokal
Budaya lokal adalah
budaya asli suatu kelompok masyarakat tertentu menurut JW. Ajawalia, budaya
loial adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Misalnya budaya
masyarakat pedalaman Sunda (Baduy) Budaya Nyangku di Panjalu Ciamis, budaya
Seren Taun di Cicadas dan lain-lain.
Ciri khas budaya
tersebut merupakan kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun, meskipun
ditengah-tengah perkembangannya mengalami perubahan nilai, perubahan dimaksud
diakibatkan beberapa hal, misalnya percepatan migrasi dan penyebaran media
komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok
masyarakat yang masih sedekimian asli atau karena masyarakat sudah tidak
memperhatikan lagi pada budaya lokal tersebut.
3.
Seni Budaya Pra Islam
Produk seni budaya
pra-Islam di Nusantara dapat dibedakan dalam kategori kurun waktu, yakni seni
budaya yang berasal dari masa prasejarah, masa kontak dengan tradisi besar
Hindu dan seni Budaya etnik lokal yang masih ada sampai sekarang, yang
diasumsikan berakar jauh ke masa lampau.
Dari kurun prasejarah,
kehidupan seni budaya ditandai oleh pendirian monumen-monumen seremonial, baik
berukuran kecil, sedang, maupun besar, yakni berupa peninggalan yang dibuat
dari susunan batu. Salah satu rekayasa arsitektur yang dianggap berasal dari
tradisi megalit atau prasejarah adalah pendirian bangunan yang umum disebut
dengan teras berundak (teras piramida) seperti terdapat di Gunung Padang
(Cianjur, Sukabumi), Cibalay dan Kramat Kasang (Ciampea, Bogor).
Peninggalan sejenis ini
ditemukan di berbagai pelosok Nusantara. Bangunan teras berundak berasosiasi
dengan satu atau beberapa jenis unsur megalit lainnya, seperti menhir, arca
batu, altar batu, batu lumpang, dakon batu, pelinggih batu, tembok batu,
jalanan berbatu, dolmen dan lain-lain. Beberapa batu dari bangunan teras
berundah itu diukur dipahat dengan unsur dekoratif tertentu, seperti pola-pola
geometris, pola binatang dan lain-lain seperti yang terdapat Pugungraharjo
(Lampung) dan Terjan (Rembang).
Seni Utama dunia Islam,
kaligrafi, mozaik, dan arabesk sampai di Nusantara sebagai unsur seni baru.
Dengan kepiawaian para seniman Nusantara. Pada seni pahat juga tampak variasi
dan pembauran antara anasir-anasir asing dan lokal, termasuk pra Islam. Ini
tampak pada hasil seni pahat makam dengan kandungan kreativitas lokal (Barus,
Limapuluh Kota, Binamu), Hindu (Troloyo, Gresik, Airmata dan Astatinggi) dan
asing (Pasai, Aceh, Ternate Tidore) secara tipologis, nisan-nisan makam muslim
Nusantara memperlihatkan tipe-tipe Aceh, Demak Troloyo, Bugis Makassar, dan
tipe-tipe lokal.
4.
Islam dan Seni Budaya Lokal
Dalam penyebaran agama
Islam di Indonesia, kedudukan seni dan budaya mempunyai peran yang cukup
penting di dalamnya. Berkaitan dengan itu, maka tidak anek para ulama zaman
dulu begitu luas pengetahuannya. Ia tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi
juga menguasai ilmu seni dan budaya. Dalam hal ini, kehidupan sastra di dunia
pesantren bukan merupakan barang baru. Dibacakannya Kasidah Barzanji yang
berkisah tentang keagungan Nabi Muhammad Saw merupakan salah satu dari sekian
karya sastra yang ditulis kalangan ulama pada zamannya.
Hubungan Islam dengan
seni dapat pula dilihat dari teks-teks klasik yang dikaji secara mendalam.
Misalnya di dunia pesantren tradisional, kisah-kisah tentang para nabi dan para
sahabatnya, pelajaran tentang haram, halal dan keimanan, dilantunkan dalam
nadoman. Lirik-lirik nadoman itu sendiri ditulis dalam bentuk puisi.
Wali-wali seperti Sunan
Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Drajat, dan Sunan Kalijaga
berperan besar dalam mengembangkan seni dan kebudayaan Jawa yang bernapaskan
Islam. Mereka mampu mentransformasikan bentuk-bentuk seni warisan Hindu menjadi
bentuk-bentuk seni baru bermuatan Islam. Sunan Bonang dan Sunan Gunung Jati
sebagai contoh adalah perintis penulisan puisi suluk atau tasawuf, yang
pengaruhnya besar bagi perkembangan sastra.
Begitu pula sebenarnya
cukup banyak karya seni yang dihasilkan para seniman muslim modern sejak zaman
Hamka sampai kini, khususnya dalam sastra, seni rupa, musik, seni suara dan
teater yang bernapaskan Islam.
Perlu dikemukakan bahwa
sebelum orang Islam datang ke Indonesia, mereka telah mengenal berbagai ragam
hias Arabesk yang kaya melalui kain, perabot rumah tangga, bagian-bagian kapal
yang dihiasi dan lain-lain. Pengkayaan motif yang bersifat lokal juga didorong
oleh wawasan bahwa "ayat-ayat Tuhan terbentang dalam alam dan diri
manusia" jadi tidak terbatas alam yang ada di negeri Arab atau Persia dan
tak terbatas diri manusia orang Arab dan Persia. Ingatlah Hamzah Fansuri
berkata, Hamzah Fansuri orang uryani seperti Ismail jadi qurbani bukannya Arabi
lagi ajami sentiasa wasil dengan yang baqi.
5.
Integrasi Islam dan Budaya Lokal
Islam di kawasan
Kepulauan Nusantara sesungguhnya telah berkembang dengan pesat karena melalui
proses akulturasi budaya lokal. Integrasi pemikiran Islam selalu disesuaikan dengan
kekhasan budaya lokal. Dalam konteks ini, dakwah Islamiyah selalu melihat
lingkungan sosial budaya dengan kacamata kearifan, kemampuan adaptasi ini
merupakan kecerdasan sosial, intelektual, dan spiritual yang dimiliki oleh para
ulama dahulu yang bertugas menyebarkan agama Islam.
Bukti-bukti seni budaya
Islam Nusantara telah merefleksikan bagaimana Islam sebagai ajaran samawi dan
pranata keagamaan, disebarkan dan disosialisasikan di Nusantara. Sosialisasi
tersebut telah menggunakan cara-cara damai dan memanfaatkan sumber daya kultur
lokal sebagai media komunikasi yang efektif.
B. Seni Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam
Masyarakat Indonesia
sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu dan Budha maupun
menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat bahwa agar bisa
diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya
lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari
ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses
ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan
budaya Islam.
Setiap wilayah di
Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi
budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat perbedaan.
1. Sumatera
Budaya yang sudah
mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan. Akulturasi
antara dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama
disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan, misalnya
Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin ar Raniri.
Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra Melayu yang bercorak tasawwuf.
Beberapa karya besar
dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri),
Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya
lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir
Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut sebagian besar berbentuk prosa.
Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.
2. Jawa
Sebelum Islam datang,
di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno sebagai hasil akulturasi dengan budaya India
yang masuk bersama agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan budaya
Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil. Hal ini
terlihat misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa,
kedua bentuk puisi lebih sering digunakan dibanding prosa.
Wayang adalah salah
satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan
diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan
Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa
Islam.
Demikian juga dengan
wayang golek di daerah Sunda, cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita
Islam seperti tentang Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat
Sulawesi baru memeluk Islam pada abad ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan
terhadap ajaran Islam. Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak berupa
karya sastra terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya
Nuruddin al Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo (syair
kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas
terdapat pula bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni
murni, seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah,
senjata, pakaian dan buku. Bentuk hiasan pada ornament diambil dari bentuk
flora, fauna dan grafis meniru gaya hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian
diwujudkan melalui teknik batik, sulam dan bordir.
C. Tradisi Islam Nusantara
Tradisi
adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Sebelum Islam datang, masyarakat Islam sudah mengenal berbagai kepercayaan.
Kepercayaan masyarakat yang sudah turun temurun dan mendarah daging tidak
mungkin dihilangkan begitu saja. Dengan demikian tradisi Islam merupakan
akulturasi antara ajaran Islam dan adat yang ada di nusantara.
Tradisi
Islam di nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama saat itu.
Para ulama tidak menghapus secara total adat yang sudah berlangsung di
masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam adat tersebut, dengan
harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima.
D. Macam-Macam
Seni dan Budaya Nusantara yang Bernafaskan Islam
Banyak sekali seni budaya
nusantara yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran islam. Berikut adalah
beberapa contohnya :
1. Musik Gambus
dan Rebana
Musik
gambus atau rebana adalah lagu/sholawatan
yang diiringi dengan alat pukul yang terbuat dari kulit hewan. Adapun
ciri khas music ini adalah:
a.
Diringi dengan alat music seperti, gambus, kecapi petik, marawis, atau
alat music modern
b.
Syair bernafaskan islam, baik berupa nasihat, shalawat nabi baik dalam
bahasa Indonesia, arab maupun daerah
2. Sholawat
Nabi
Sholawat
Nabi yaitu Do’a puji pujian yang di tunjukan kepada Nabi Muhammad SAW,
contohnya adalah sholawat badar yang di iringi dengan musik yang di lantunkan
oleh salah satunya yaitu Majelis Rosululloh. Adapun ciri-cirinya Sholawat
Nabi :
a.
Menggunakan alat musik Rebana.
b.
Adanya sholawat yaitu do’a dan puji pujian kepada Rosullulloh.
c.
Penataan nadanya bernuansakan islam.
d.
Sholawatan biasanya terdapat di dalam kitab Barjanji.
3. Japin Bujang
Marindu dan Japin Hadrah
Merupakan
Jenis tari Yang berpasang pasangan yang di ambil gerak dari tari Zafin yang
bernafaskan islam dari Melayu. Tari ini menggambarkan kerinduan seorang kekasih
setelah pergi lama merantaukemudian kembali ke kampong halamanya.
Japin
Hadrah merupakan tari yang di ambill dari gerak tari zapin yang bernafaskan
islam yang mengangkat kesenian Hadrah kedalam gerak tari dinamis, semua
penarinya adalah wanita.
4. Santriswaran
Santriswaran
berasal dari lingkungan keratin Surakarta dan sekitarnya, Santriswaran
merupakan salah satu Grup musik yang menggunakan alat musik terbang, kendang
dan kemanak. Nada yang di gunakan mengikuti tangga nada seledro. Penabuh musik
sekaligus sebagai penyanyi. Syair lagu yang di nyanyikan memuat ajaran islam san
budaya jawa yang di sisipi dengan Sholawat Nabi.
5. Tari Zapin
Tari
zapin bisa kita temukan di Riau. Tari ini diiringi irama gambus, yang
diperagakan oleh laki-laki yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja,
kopeah hitam dan songket dan ikat kepala lacak/destar. Tari ini dipentaskan
pada saat acara upacara pernikahan, khitanan dan hari raya islam.
6. Tari seudati
Berasal
dari Aceh umumnya diperankan oleh laki-laki dengan menari dan membuat bunyi
tabuhan dengan alat music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan, dada,
sisi tubuh dan menggertakan jari-jarinya.
7. Suluk
Suluk
adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup orang
jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi bacaan-bacaan baik
jawa maupun arab yang dibaca berulang-ulang.
8. Gembyung
Seni
ini merupakan pengenvbangan dari kesenian terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon kesenian terbang itu salah satu jenis
kesenian yang di pakai sebagai
media penyebaran Agama Islam di daerah Cirebon sekitarnya. Kesenian Gembyung
ini biasa di pertunjukan pada upacara-upacara
kegiatan Agama Islam seperti peringatan lahirnya Nabi atau di sebut juga
dengan Muludan, Rajaban dan kegiatan 1 Syuro
yang di gelar di sekitar tempat ibadah.
9. Seni Arsitektur Keraton dan Kasultanan
Arsitektur keratin dan
kasultanan di Nusantara, rata-rata bercorak tradisi religio-magis, yang terdiri
dari: ruang pasebahan, sitihinggil, alun-alun, pasar, dan masjid. Contohnya
seperti istana keratin Surakarta, Kasultanan Cirebon, Kasultanan Demak, dan
sebagainya.
10. Makam atau Nisan
Makam dalam tradisi Islam di
Indonesia berbentuk mar,era tau batu dan bermahkota seperti kubah masjid
(maesan), terkadang berhiaskan tulisan kaligrafi atau arabeska. Contohnya
seperti Makam Sultan Malikus Shaleh di Samudra Pasai, makam para Wali di Jawa.
11. Bentuk Arsitek bangunan Masjid, Surau, Langgar
khas Indonesia
Masjid di Indonesia beratap
tumpang mirip pura pada masa hindu, atap ini menjadi prototype sebagian besar
masjid di Indonesia. Perbedaannya hanya pada jumlah atap tumpangnya, ada yang
bertumpang 3, 5, dan 6. Bentuk bangunan Masjid di Indonesia merupakan gabungan
antara konsep pura dan bangunan kelenteng.
Berikut beberapa bangunan yang
bernuansa Islam di Indonesia.
· Gapura Masjid Kudus yang seperti candi
· Masjid Raya Baiturrahman di Aceh
· Masjid Agung Banten di Banten
· Masjid Agung Demak di Demaks
12. Wayang
Salah satu budaya Jawa hasil
akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab
Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh
dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam. Bagi orang
jawa, wayang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga tuntunan karenasarat
dengan pesan-pesan moral yang menjadi filsafat hidup orang Jawa.
13. Gamelan Sekaten
Gamelan jawa yang ditabuh saat
upacara sekaten peng-islaman bagi yang akan masuk agama islam dengan pembacaan
syahadat. Sekaten ini dilaksanakan pada bulan maulud
E. Apresiasi Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam
Setiap daerah dimana
Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada yang merupakan pengaruh
Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun menurun. Seperti halnya
di Sumatera, di daerah lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya namun memberikan
warna Islam.
Berikut ini beberapa
contoh tradisi kesekuan di Indonesia yang bernuansa Islam :
1.
Tahlilan
Tahlilan adalah upacara
kenduri atau selamatan untuk berdo’a kepada Alloh dengan membaca surat Yasin
dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil
(laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).
Biasanya
diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan
mendo’akan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100,
1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu
dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam tradisi ini
tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan. Dalam tahlilan
sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa pulang oleh
peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud
agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan
tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2.
Sekaten
Sekaten adalah upacara
untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta
atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar
(Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman
mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul
Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid
dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau
syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
3.
Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan
puncak peringatan maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini, dengan Sri
Sultan beserta pembesar Keraton Yogya hadir di mesjid Agung. Dilanjutkandengan
pembacaan-pembacaan riwayat Nabi dengan ceramah agama.
4.
Takbiran
Takbiran dilakukan
dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di
masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong (takbir keliling).
5.
Muludan
Peringatan hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan. Peringatan ini
dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatihuntuk membangkitkan semangat pasukan
Muslim pada perang salib. Peringatan Maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan
oleh Nabi melainkan budaya agama semata. Di Indonesia peringatan ini dilaksanakan
oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai rakyat biasa. Kegiatan
ini diisi dengan pembacaan riwayat nabi (Barzanji) maupun kegiatan lainnya
seperti perlombaa-perlombaan yang bersifat Islami.
6.
Tabut/Tabuit
Dilaksanakan pada hari
asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali
bin Abi Thalib (cucu Rosulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela.
Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai
kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah
terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan
makanan. Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerah Pariaman
(Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7.
Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau
dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan
dengan sendi Islam yaitu Al-Qur’an (Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan
nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi
kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).
8.
Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak
ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas pada umumnya. Di kalangan
masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid.
Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi
muda, karena hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk
mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun
saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda,
sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).
Dalam seni tradisi
islam ini, syiiran shalawat dilantunkan secara rampak dengan diiringi tabuhan
rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat lokal, tabuhan rebana ini disebut
genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mendekati bunyi rebana yang mirip
bunyi “jring”, orang bilang “genringan”. Seperti halnya kesenian Islam lain,
kesenian ini menggunakan dasar dari kitab Al-Berjanji. Dimana sebuah kitab yang
berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
Kesenian ini di
masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk mengarak sunatan. Dalam prosesi
ini, gengring dilakukan sambil jalan beberapa ratus meter menyambut datangnya
pengantin sunatan yang datang dari tempat disunat tersebut. Si anak dinaikkan
becak yang telah dihias, yang kemudian dibelakangnya diikuti para pemain
genjring. Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini
dimaksudkan selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada
si anak (karena perhatian tertuju pada keramaian), juga dimaksudkan adanya
hikmah dari pembacaan sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya
dimainkan oleh antara 12 sampai 30 orang. Penabuh terbang bisa bergantian dan
nyanyian dilakukan secara serempak dengan menggunakan bahasa arab.
9.
Kesenian Singkiran
Kesenian ini sangat
jarang ditemui karena semakin punah, seiring kemajuan jaman, meninggalnya para
pelakunya, dan sengaja di counter kelompok tertentu (islam modern) karena dianggap
ada penyimpangan dari Islam. Kesenian Singiran merupakan salah satu bagian
integral dari ekspresi seni tradisi ummat Islam. Kesenian ini berkembang
seiring dengan tradisi memperingati seribu hari kematian (3 hari, 7 hari, 40
hari, 100 hari dan 1000 hari) salah satu warga.
Jika dilihat dari
isinya, seni tradisi ini berisikan nasehat-nasehat bagi si mayat dan nasehat
kebajikan bagi anak cucu yang masih hidup untuk selalu mendoakan orang tua
mereka.
Kelompok kesenian ini
salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok
ini menamakan keseniannya sebagai “ Singir Ndjaratan” yang artinya “tembang
kematian”. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga
dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan
kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin
hari digerus oleh perspektif Islammodernis dan banyak tergantikan dengan tahlil
dan yasinan. Kesenian ini tidak menggunakan alat musik, namun diiringi tahlil
bersama sepanjang pembacaan singir-singirnya. Sedangkan irama atau langgam
singir digunakan langgam-langgam macapat. Secara garis besar kesenian ini
diawali dengan pembacaan tahlil, kemudian bacaan singir secara bergantian, dan
kemudian pembacaan sholawat (srokal) serta diakhiri dengan doa.
10. Kasidah
Kasidah (qasidah,
qasida; bahasa Arab: “قصيدة”, bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh) adalah
bentuk syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan.
Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan
satire) untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern
liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia selain Arab. Grup kasidah
modern membawa seorang penyanyi bintang yang dibantu paduan suara wanita. Alat
musik yang dimainkan adalah rebana dan mandolin, disertai
alat-alat modern, misalnya: biola, gitar listrik, keyboard flute.
Perintis kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang yang
semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Di tahun
1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album
kasidah modern dan lain-lain.
11. Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi
di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah menyebar di
sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini
merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang
berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan
syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa,
bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan
lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang
menciptakan tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa yang sampai saat ini
tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau
sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang
sekaligus seniman yang memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan
ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya. Mereka
mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai kubutuhan
spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi.
Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang tua ( rata-rata di atas
50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah lebih senang kesenian
yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini mulai
jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut
masih banyak tradisi lain yang berkembang di daerah atau suku-suku lainnya. Hal
ini menunjukkan perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat menerima Islam.
Tradisi-tradisi tersebut menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
12. Tari Zapin
Tari zapin bisa kita
temukan di Riau. Tari ini diiringi irama gambus, yang diperagakan oleh
laki-laki yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah hitam dan
songket dan ikat kepala lacak/destar. Tari ini dipentaskan pada saat acara
upacara pernikahan, khitanan dan hari raya islam.
13. Tari seudati
Berasal dari Aceh
umumnya diperankan oleh laki-laki dengan menari dan membuat bunyi tabuhan
dengan alat music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan, dada, sisi
tubuh dan menggertakan jari-jarinya.
14. Santriswaran
Santriswaran adalah
grup music dengan alat terbang, kendang, dan kemanak. Nadanya mengiktui nada
gamelan. Syair-syairnya memuat ajaran-ajaran islam dan budaya jawa yang
disisipi dengan selawat nabi. Santriswaran dikembangkan oleh seniman keraton
Surakarta.
15. Tari Menak
Diciptakan oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX raja jogyakarta, tari menak mirip wayang orang tetapi
tari menak diambil dari serat menak. Cerita menak adalah berbahasa jawa / sunda
yang disadur dari parsi.
16. Suluk
Suluk adalah tulisan
dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup orang jawa. Serat
wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi bacaan-bacaan baik jawa maupun
arab yang dibaca berulang-ulang.
17. Megengan
Megengan dalah upacara menyambut datangnya bulan suci ramadhan, kegiatan utamanya
yaitu dengan manabuh bedug sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 ramadhan.
18. Selikuran
Dilakukan dikeraton
Surakarta dan Yogyakarta setiap tanggal 21 Ramadhan yang bertujuan untuk
menyambut malam lailatul qodar
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seni adalah penggunaan
imajinasi manusia secara kreatif untuk menikmati kehidupan. Budaya lokal adalah
budaya asli suatu kelompok masyarakat tertentu menurut JW. Ajawalia, budaya
loial adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Misalnya budaya
masyarakat pedalaman Sunda (Baduy) Budaya Nyangku di Panjalu Ciamis, budaya
Seren Taun di Cicadas dan lain-lain.
Penyebaran kebudayaan
islam di Banten bisa diidentifikasi degan menelusuri produk-produk
kesusastraan seperti naskah-naskah, babad atau buku-buku keagamaan berbagai
cerita rakyat yang masih hidup dalam ingatan masyarakat yang dituturkan oleh
kelompok suku di Banten dan Warisan Budaya Material (cultural heritage) dalam
pengertian yang luas. Yang termasuk dalam kategori terakhir ini adalah
karya-karya arsitektur, teknologi, kesenian dan sebagainya.
B. Saran
Pembelajaran
tentang seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi islam nusantara akan
lebih memahami tentang bagaimana islam masuk ke Indonesia, bagaimana perjuangan
para penyebar islam di nusantara sehingga dapat meneladani dan mengharagai jasa
- jasa para pahlawan agama dan bangsa tersebut.
Pendalaman terhadap
sejarah membuat seseorang menjadi tahu dan mengerti serta bisa mengharagai pengorbanan
para pendahulu mereka, dan dapat melestarikan kebudayaan - kebudayaan yang
telah ada, yang tidak bertentangan dengan nilai - nilai moral dan agama.
dapusnya mana
ReplyDeleteKurang pengkap
ReplyDelete